Pulang Kampung : Realitas

Ceritanya, hari ini saya baru tiba di Lampung Tengah. Prosesi Shalat dan Makan ketupat terpaksa dilakukan diperjalanan (di Natar, Lampung Selatan) Karena terlambat nyaris 2 jam dan khawatir akan ketinggalan shalat ied kalau maksain ke rumah. Seperti biasa pemuda-pemuda di kampung kami (Perumahan Batara, Gang Semendo, Gang Lombok, Gang Bengkulu, dan Gang Sepakat) selalu bertemu di masjid. Apalagi saat libur panjang, pasti banyak pemuda yang merantau balik lagi ke Kampung Halaman. Meskipun enggak alim-alim banget, mesjid sudah menyatukan kami. Dari yang awalnya cuma numpang main bola, ikut TPA, bandel lagi, sampai akhirnya jadi Risma waktu Ramadhan. Hari ini kami kumpul lagi, setelah Yasinan (cuma berdua) kami berdelapan mencari warung kopi baru di daerah Merapi. Setelah muter-muter cari tempat ngopi ternyata pada tutup semua. Akhirnya, kami merapat di warung kopi sederhana di depan Mesjid Istiqlal Bandar Jaya.

Dimulai dengan obrolan kacau balau, sampai akhirnya menyenggol karier dan pertanyaan mau berbuat apa buat Lampung Tengah. Enang membuka diskusi seperti membuat usaha yang bisa memanfaatkan momentum Pilkada. Sementara, Enan yang baru membuka toko 'Starkom' merasa lebih baik membuka usaha yang untungnya seribu-duaribu tapi berkah dibanding bekerjasama dengan politisi. Eki yang merupakan Ketua SAPMA Pemuda Pancasila Lampung Tengah  yang dekat dengan tokoh politik sendiri berusaha menjaga jarak dalam pemilihan kepala daerah kali ini. Selain sangat beresiko, selama kita menjadi 'kaki' kita hanya akan menjadi 'kaki' terus. Memang, politik akhirnya akan berurusan dengan uang. Tapi, menurut Eki juga ada peluang untuk membuat perbaikan di Lampung Tengah dengan 3 cara, yaitu dengan menjadi Kepala Daerah, Menjadi Legislatif dengan dukungan minimal satu fraksi, atau Menjadi orang Kaya.

Saya sendiri hanya berkata, bangunlah dari apa yang kita punya. kalimat sesederhana itu yang menjadi intisari pengamatan saya terhadap pengalaman sendiri maupun beberapa tokoh selama ini. Karena ketika kita terlalu bernafsu mengejar Harta dan Tahta (bisa jadi juga Wanita) tanpa menyadari kemampuan kita akan berdampak buruk. Bahkan, ketika hal tersebut diberikan kepada kita bisa jadi amanah tersebut menjadi bencana. Ada waktunya, Ada saatnya. Dulu, saya 'ngos-ngosan' membangun Taman Bacaan namun ternyata dalam perjalanannya masih banyak yang perlu di evaluasi. Tapi jangan sampai juga kita menyerah kalah pada kenyataan, karena sebagaimana dituliskan tugas kita sebagai manusia adalah berupaya setelah sebelumnya berdoa. Nah, doa ini seharusnya yang paling utama. Jadi, kita hanya berharab dari yang maha kuasa.

Hal yang paling berbahaya tanpa berdoa adalah ketika kita hidup dalam Imajinasi kita dan bukan pada realita kita. Sampai akhirnya kita menyangka imajinasi kita adalah realita kita. Hal ini sangat berbahaya apalagi jika kita hanya mengagungkan diri kita sendiri, akal kita sendiri, uang kita sendiri, kemampuan kita sendiri. Padahal, hakekatnya semua itu hadir dari Allah dan kekuasaan kita dibawah-Nya. terlalu banyak faktor dari kesuksesan yang sangat sombong jika kita mengakuinya sebagai hasil jerih payah kita sendiri. Keresahan memang telah menggerakkan orang-orang membangun perubahan. Tapi, bersikap tenanglah karena perubahan itu akan tiba pada waktunya. Dengan cara melihat peluang atau membuat peluang itu sendiri. Mari kita kuatkan profesionalisme kita masing-masing terlebih dahulu. Kapan-kapan kita minum kopi lagi :D

No comments:

Post a Comment