Rindu Terhenyak

Hidup adalah bongkahan waktu.
Rindu mengekalkannya.
Meskipun tiada yang dapat kekal.
Semua rasa akan terekam.

Semua persahabatan akan terjaga.
Setiap permusuhan akan dicatat.
Setiap cinta akan membekas.
Setiap lembaran baru akan terbentang.

Dunia akan terus berputar.
Begitu juga hidup kita.
Kadang perlu akrab dengan rindu.
Menghenyak dalam rasa yg terpendam.

Sejenak bersandar menikmati lara,
Meneguhkan ungkapan syukur.
Bahwa Nikmat Tuhan mana lagi,
Yang akan engkau dustakan?
"Damai, tenang, mengalir seperti air. Seakan jiwa nyaris lagi tak mempunyai ambisi. Tanpa mengurangi kuasa ilahi, energi itu hadir membersamai dirimu. Mengalun lembut membelai sutra; menginginkan tanpa memaksakan, membutuhkan tanpa meminta, merindukan tanpa menyampaikan." -Gerimis Bulan Mei (2016)

DARI ANTAH BERANTAH : PEMEKARAN KAB. LAMPUNG TENGAH, KAB. SEPUTIH BARAT, KAB. SEPUTIH TIMUR

Dari antah berantah, saya akhirnya membuat peta jika nantinya Kabupaten Lampung Tengah akan dimekarkan menjadi Kab. Seputih Barat, Kab. Seputih Timur, dan Kab. Lampung Tengah itu sendiri. Menurut sumber yang saya dapat di Tribun Lampung, nantinya Kab. Seputih Timur akan terdiri dari 10 kecamatan yaitu Kecepatan Seputih Raman, Seputih Banyak, Way Seputih, Rumbia, Putra Rumbia, Bumi Nabung, Seputih Surabaya, Bandar Surabaya, Bandar Mataram, dan Seputih Mataram. Sementara, Kab. Seputih Barat akan dihuni oleh 9 kecamatan yaitu kecamatan Anakratu Aji, Anak Tuha, Padangratu, Pubian, Sandang Agung, Seleggai Lingga, Kalirejo, Bangunrejo, dan Bekti.

Latar belakang pembuatan peta tersebut diawali keinginan saya untuk mencari makanan yang segar berhubung beberapa hari ini nutrisinya belum seberapa terjaga. Lalu, kepikiran untuk mencari makan di daerah Cikutra (Kota Bandung) ada warung makan tegal favorit saya. Tapi berhubung helm saya sedang dipinjam teman saya, saya berfikir ada polisi enggak disana. Kemudian, berfikir didaerah itu memang polisinya kurang rutin berjaga dipertigaan itu (Bagi yang tahu, di daerah Borma Cikutra). Entah permasalahannya apa, saya fikir rumit juga Polisi harus jaga banyak tempat seperti itu. Sampai akhirnya antah berantah kefikiran bahwa memang daerah yang luas itu susah manajemennya.

Di dalam fikiran, saya sangat mendukung adanya otonomi daerah meskipun dalam pelaksanaanya ada kekurangan. Dan, seperti yang bisa teman-teman tebak? Pemikiran itu menuju rencana pemekaran Kabupaten Lampung Tengah. Dimana sayangnya setelah saya cari tahu tidak ada gambar-gambar yang menunjang di internet mengenai daerah mana saja yang akan dimekarkan -meskipun  kemungkinan sudah ada dokumen aslinya-. Oleh karena itu, Berbekal peta administratif dari dinas Perencanaan Air Minum dan Sanitasi (Bappenas) dan bantuan Google Map tersusunlah peta diatas. Bagaimana proses pembuatannya? sangat-sangat tradisional hanya menggunakan paint. Jadi, gambar diatas hanya untuk koleksi pribadi dan tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai referensi ilmiah. Terima Kasih :)

Visualisasi Mimpi


  • sir_irsyaadDalam pengambilan kebijakan pasti selalu ada kekurangan dari berbagai opsi yang ada. Tapi bagaimanapun harus ada keberanian untuk mengambil opsi yang paling minim resikonya dan besar manfaatnya :)

Ngumpul Boedjangan

Hari ini nyempetin kumpul bareng Robby dan Giffar di Bakso Boedjangan, bertemu teman-teman memang selalu membawa energi positif. Berhubung memang dikumpulkan dalam agenda politik, obrolannya mau nggak mau ke arah sana lagi. Obrolan tentang agenda politik yang cukup berat untuk terhindar dari suap, dan politik dinasti di daerah-daerah. Tentang arah pergerakan kampus saat ini yang kelihatannya melempem. Tentang tanggung jawab sebagai seorang pemimpin ketika memang tidak ada gugatan kemana kupingnya, kalau ada gugatan kemana hatinya. Pemimpin tidak bisa berbicara sebagai kesatuan tunggal profesi, misalkan pandangan secara ekonomi yang berbicara rasionalisasi, atau pandangan sebagai seorang developer properti yang berbicara optimalisasi lahan, karena suara pemimpin harusnya menggambarkan suara hati rakyatnya. Dan, dapet nasehat penting sebagai mahasiswa tingkat akhir bahwa kampus hanyalah simulasi dari kondisi sebenarnya. Menurut Robby, ibaratnya dapet rangking 1 tapi di SD terus buat apa, jadi memang harus naik kelas.  Jadi, untuk saat ini insyaallah kita mengingatkan saja dan melakukan yang benar dan memperbaiki diri untuk menghadapi pasca kampus nanti.

Jatinangor, 18 Mei 2016

Keliling 7 Negara di ASEAN cuma 3 jutaan : Atas Nama Rindu (Bagian Pertama)

Atas nama rindu mengagumi bentangan alam ciptaan-Mu, maka aku tulis jejak-jejak perjalanan 14 hari mengunjungi 7 negara di Asia Tenggara. Perjalanan yang sejatinya luar biasa, yang harusnya diberi garis bawah atau disusun miring dalam memori karena belum tentu semua orang mendapatkan kesempatan ini. Tapi untuk menuliskannya? Sejujurnya saya ragu-ragu bahkan nyaris enggan. Sepertinya masih kurang bersyukur saat itu dan fokus mengerjakan skripsi. Akhirnya, berbekal motivasi Pramoedya Ananta Toer tentang menulis saya akan mulai menulis perjalanan luar biasa ini.
“Menulislah, apa pun, jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang, yang penting tulis, tulis, dan tulis, suatu saat pasti berguna. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama dia tak menulis, Ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”  (Pramoedya Ananta Toer)

Sebelum di mulai mari kita saling berkenalan  dulu, tim ini
dinamakan Brewok Backpacker. Brewok Backpacker terdiri dari empat orang yaitu: Irsyaad Suharyadi, Muhammad Al-Fata Ramadhan, Pimgi Nugraha, dan Rio Alfajri. Saya dan Rio mengambil studi di Hubungan Internasional, Fata di Fakultas Ilmu Komunikasi, dan Pimgi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, semuanya merupakan  mahasiswa Universitas Padjadjaran angkatan 2012.

Cahaya dari Bandar Harapan

“Hidup bukanlah tentang mampu atau tidak mampu, melainkan mau atau tidak mau’  - Azhar Nurun Ala

Sore ini, saya baru membaca tulisan berjudul Tuhan Maha Romantis karya Azhar Nurun Ala. Itu juga baru masuk bab 2  berjudul sepucuk surat dari Tuhan. Dan, sungguh sangat mengesankan membaca kisahnya juga kisah mengenai keluarga mereka, Keluarga Nurun Ala. Saya memang bukan penggemar ‘tulen’ tulisan Azhar Nurun Ala, tapi latar belakangnya selalu menjadi motivasi tersendiri untuk berani bermimpi. Tempat tinggalnya berada cukup jauh dari keramaian, yang keramaian itu sendiri notabane-nya tidak lebih ramai dari jalan Ujung Berung, atau Jalan Jakarta, apalagi Jalan Braga. Namun, rumah dan keterbatasannya  tidak membuat keluarga itu menjadi kecil.

Namanya pertama kali saya lihat di papan pengumuman kelulusan SMP, namanya ada diurutan teratas entah nomor satu atau dua, tapi nama Nurun Ala itu cukup terekam dengan baik. Kemudian, saat saya masuk SMA saya kembali mendengar nama itu disebut lagi, kali ini dia membuat gebrakan karena berhasil masuk Universitas Indonesia. Adiknya tidak mau kalah, Belum selesai SMP, Azka Nurun Ala diumumkan masuk ke SMA Taruna Nusantara Magelang. Sampai akhirnya, dia meneruskan jejak kakaknya masuk Universitas Indonesia.

Nama keluarga Nurun Ala itu memang membuat saya kagum. Saya menyaksikan sendiri dari balik stir bagaimana jalan menuju perkampungan itu sangat jauh. Saat saya kesana ladang pertaniannya tampak cukup gersang, mungkin pusat pemukiman transmigrasi yang dipelopori masa orde baru ini kian tidak diminati. Nama kampung itu Bandar Harapan, namanya benar-benar Bandar Harapan. Kini Azhar sudah menuliskan tiga karya dalam bentuk buku, begitu juga adiknya kini fokus dalam pengembangan program teknologi informasi. Meskipun tidak seperti kakanya, prestasi adiknya tidak kalah cemerlang. Di sekolah dulu dia kerap kali menjadi sumber informasi teman-temannya. Mungkin tidak berlebihan jika saya sebut keluarga tersebut ‘Cahaya dari Bandar Harapan’.

Entah ini telalu berlebihan atau tidak, tapi akhir-akhir ini saya menyadari banyak teladan dari sebuah daerah bernama Lampung Tengah. Kisah Keluarga ‘Cahaya dari Bandar Harapan’ ini hanya salah satunya. Semoga cerita ini bisa dilanjutkan dari kisah-kisah orang lainya, yang berarti semoga lebih banyak bintang-bintang negeri ini yang berasal dari Lampung Tengah. 

Muslim, Kisah Seorang Ayah, anak dan Keledai, serta Gejolak Media Sosial

Sumber : Ilustrasi Google
Masih ingat kisah Anak, Bapak dan Keledai? Kisah yang menunjukan bagaimana pun kondisi kita orang lain akan terus berkomentar. Kisah yang mengajarkan kita agar tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. Meskipun kritik dan saran orang lain perlu menjadi pertimbangan kita. lalu, bagaimana kondisinya di era media sosial saat ini? Tentunya kita harus bersikap dengan sangat bijaksana, karena terdapat berbagai pemikiran yang beredar luas tanpa batas disana. (Cek disini: Cerita Ayah, anak dan Keledai)

Dalam dunia media sosial, seringkali kita dibingungkan karena bermacam pemikiran saling berbenturan. Wajar saja, selama ini setiap golongan berupaya mempromosikan pemikirannya untuk meraih eksistensi. Knowledge is Power, istilah yang menunjukan pengetahuan atau pemikiran merupakan sarana untuk memperoleh kekuasaan. Dalam kajian keilmuan islam, perang pemikiran ini disebut juga Ghazwul Fikri. Secara bahasa Ghazwul berasal dari kata Ghozwah yang berarti peperangan dan Fikri berasal dari kata Fikr yang berarti pemikiran. Dalam arti luas Ghazwul Fikri adalah cara atau bentuk penyerangan yang senjatanya berupa pikiran, tulisan, ide-ide, teori, argumentasi, dan propaganda.  Maka, ketika terbuka sebuah ruang bernama media sosial setiap pemikiran semakin atraktif mencari eksistensi.

Menit Akhir

Ibarat pertandingan sepak bola, masa-masa semester delapan adalah menit-menit akhir. Setelah itu, setiap jiwa dengan jiwa lainnya saling memilih mau jadi saudari, relasi, atau pendamping diri. #youknowlahya
Dalam dilema yang seperti itu, sebagian besar menolak dengan alasan mau mencari rejeki, mau mempersiapkan diri, belum mandiri, belum punya rumah sendiri. 
Mimpi jelas ingin diraih, hingga takut cita-cita pergi karena harus menutup kebutuhan sehari-hari. Akhirnya, ini pilihan sendiri-sendiri, prioritas masing-masing.
Memikirkan mana pilihan yang lebih baik kadang lebih panjang dari menjalani. Hidup cuma sekali, setidaknya berupaya membenahi diri. Agar bisa dipertanggung-jawabkan kelak di hadapan ilahi.
Sampai kapan ‘langit’ meridhoi?

Menuju Indonesia!

Sebetulnya ada hal yang ingin saya tulis dalam-dalam, kenyataan hidup dan fakta dari pengetahuan yang saya baca, maupun kontroversi bagaimana narasi yang sebenarnya tertutup oleh narasi lainnya. Semua ini berawal dari pembacaan saya melalui media sosial mengenai makar-makar yang dibuat oleh penyusun kepentingan, hingga memori bagaimana sebuah penghancuran sebuah negara bernama Irak dirayakan seluruh dunia pada tahun 2003 atas nama 'war on terrorism'. Ada kenyataan yang sangat tidak adil bagaimana narasi yang sebenarnya diubah menjadi narasi yang menegasikan narasi yang sebetulnya atau disebut juga sebagai meta-narasi. Berkat narasi, sebuah pergerakan massa dapat terjadi, berkat itu juga manusia jadi saling membunuh dengan dalil kebenaran.

Waktu benar-benar berlalu, umurku beranjak menjauh dari hitungan 20 tahun. Setidaknya ada banyak hal yang harus kusyukuri hingga akhirnya bisa mendapatkan pengalaman seperti ini. Termasuk kesempatan menempuh studi sejauh ini. Saya sadar hidup bukanlah sekedar materi visual atau kinestik yang melenakan. Hidup adalah perjalanan untuk mengenal kebesaran Allah SWT. Sayangnya saya bukan pribadi yang dianugrahi kesempurnaan, seringkali tidak mampu menyampaikan fakta dengan benar dan tidak mampu melawan narasi yang akhirnya dipercayai kebanyakan orang-orang.

Rencana, Aksi, Evaluasi, Aksi, Aksi!

Kau tahu, hari akan berlalu.
Begitu juga dengan kita, yang abadi Cuma yang Maha Kuasa.
Biar kita sadar jangan terlalu naif dengan obsesi, jangan terlalu pasrah dengan tragedi.
Biar yang terjadi biarlah terjadi.  

Dunia ini Gila

Entah kenapa makin kesini makin sadar bahwa dunia ini gila.
dan siapa penyumbang kegilaan terbesarnya? iya yaitu manusia.
Ini baru di Indonesia, di tempatmu belajar, apalagi dunia?.

Untuk kepentingan dalam ketakutan dan keinginannya,
Manusia kerap kali menunjukan nafsu kebinatangannya.
Jutaan manusia mati dalam berbagai konflik tak berprinurani.

Lantas, narasi diubah seenaknya saja.
entah mengapa banyak orang terperdaya.
mengapa mereka yang mengupayakan segila itu?

Tapi, mengapakah langkah ku tak beranjak, hatiku tak bergerak.
Hai jiwa yang dalam kebimbangan,
Kau pilih hidup mulia atau mati ter-rahmat?