Setelah lama tidak menulis...

Enggak kerasa umur sudah semakin
'siang' saja.
Mulai akrab sama permasalahan-permasalahan dewasa,
dan juga mulai menyesal belum bisa melakukan yang terbaik,
Padahal sudah tau waktu tidak akan berulang.

Mulai mengerti perbedaan antara pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran.
Mulai mengerti perkataan sufi hidup adalah antara waktu shalat ke waktu shalat lainnya.
Menjadi paham betapa pribadi ini banyak tidak tahunya,
dan juga tentang ketetapan Allah dan usaha Manusia.

Sepertinya hidup sudah lebih tenang sekarang, meskipun kadang2 buru-buru karena telat kekampus.
Akan tetapi, rasanya ada sesuatu kekuatan yang sedang berkembang menyesakkan dada.
Semacam perasaan saat Goku saat mengeluarkan Kamehameha atau Rasengan milik Naruto. (sok tahu)
Tapi, apakah itu?

Apakah itu jiwa yang ingin berkelana? atau Akal yang ingin berekspresi? atau
Raga yang butuh perjalanan? Atau hati yang merindukan cinta? Cinta dalam arti yang luas?

Maka, saya ingin mengutip salah satu motto komunitas pendaki gunung yaitu "Kapan kita kemana?", atau Albert Einsten yang tidak bilang "Besok kita mau mempelajari apa?",
Atau bahkan mengutip lagu milik Edcustic, yang mengatakan "Nantikanku di batas waktu!"

Semoga Allah beri pencerahan agar tidak salah jalan lagi, agar tidak lupa diri lagi!
Agar hidup lebih berbahagia, agar hidup lebih bermanfaat. Rasanya semua perasan berkumpul menjadi satu, namun mulut masih saja tertutup rapat. Ampuni, Hamba ya Allah!!

Sebentar lagi waktu akan membawa saya lebih banyak bermanja-manja dengan skripsi, bercanda dengan kisruh politik, berkelana dengan jutaan kisruh dalam jiwa yang belum tergambarkan. Setelah itu, pilihan terhampar mau hidup mapan atau berjuang sambil mempertaruhkan makan pada keesokan paginya.

Oh perjalanan ini sungguh panjang, masih ada keinginan untuk bisa membahagiakan orang tua dengan banyak berada bersama mereka. Untuk membayar semua ketidaktahuan saya selama di sekolah menengah atas dengan membiarkan orang tua hanya menyaksikan lelah dan suara pintu tertutup. Maafkan. Juga terhadap adik yang tidak dapat sepenuhnya saya beri perhatian. Ingin sekali rasanya akrab dengan kalian, bercanda dengan adil, dan bermain bola bersama. Semuanya akan berlalu, kalian akan tumbuh  dewasa. Benar kan?

Ya Allah, perasaan ini sungguh bukanlah hal yang biasa. Maafkan aku tidak pernah mengatakannya. Bersikap sombong kepada Engkau. Maafkan terlena kepada sikap yang cenderung biadab. Terutama setelah apa yang engkau berikan selama ini. Maafkan juga orang yang pernah tersakiti hatinya oleh saya. Sungguh, tidak ada maksud berbuat demikian.

Ini hanyalah sebuah pernyataan,
rasa bersalah atas kejadian selama ini.
Dicatat, bukan untuk diulang.
Diingat, bukan untuk dilakukan kembali.

Sekarang, masa depan memaksaku melihat mentari yang cukup menyilaukan.
Mengetengahkan kembali pengalaman masa lalu dan menawakan masa depan yang gemilang.
Dengan tegas dia bertanya, siapkah untuk menjalaninya?