Refleksi Ujian Akhir Semester Genap 2015


Assalamualaikum Wr Wb,

Apa Kabar? 
Semoga siapapun itu semoga dalam keadaan baik hehe. Berprasangka baik kepada ketentuan Allah SWT.

Hari ini, saya ingin bercerita mengenai Ujian Akhir Semester (UAS) HI UNPAD 2012 yang telah berakhir. Kami menyebutnya sebagai Marathon UAS karena terdapat 8 ujian masing-masing 2 ujian setiap hari beserta tugas lainnya. Oleh karena itu, kami perlu menyiapkannya dengan sangat baik. Ujian kali ini sangat penting karena hasilnya akan menentukkan apakah saya akan bertahan di Asrama PPSDMS Regional 2 Bandung dan tentunya jawaban dari pertanyaan keramat: Seberapa lama saya akan lulus?. Cerita ini nanti akan dibagi menjadi tiga bagian pokok yaitu bagaimana persiapan menghadapi ujian tsb, sikap seperti apa yang diperlukan dalam mengerjakan ujian, dan Dua Doa Lagendaris. Khusus bagian Dua Doa Lagendaris ini bakal jadi special edition. 

Persiapan yang Matang

Meskipun belum juga pengumuman, pada ujian kali ini saya merasa lebih tenang dan tidak terlalu banyak penyesalan karena persiapan yang lumayan lebih baik. Bukan semalaman belajar atau sudah disiapkan sejak lama, namun setidaknya cukup untuk menjadi gagasan pokok untuk mengembangkan jawaban uraian berikutnya. Selain itu, domisili yang berada di Bandung ternyata betul-betul menguras tenaga dan perlu dicari alternatifnya.

Penumpang dan Taksi yang Tak kunjung Datang


Sadang Serang, 02 Juni 2015

                Malam lalu, aku pulang sedikit malam. Belum berbuka puasa, dan belum shalat maghrib. Waktu itu Bandung sangat macet sekali, Dari Jatinangor yang biasanya hanya 90 menit jika menggunakan damri melonjak menjadi 150 menit. Alhasil, sampai pun terlambat. Akan tetapi, ada satu hal yang menarik ketika saya menyaksikan dua orang yang berdiri diantara kegelapan yang remang-remang maghrib itu sambil menanti Taksi atau yang lebih tepatnya angkot. Sayangnya kedua orang tersebut bukan menunggu di terminal, melainkan di tempat yang sedikit lebih jauh dengan harapan tidak harus menunggu angkot itu ngetem.
                Dalam kondisi malam-malam yang semakin gelap gulita tersebut, saya berfikir apabila taksi yang ditunggu-tunggu juga berfikir bahwa mungkin tidak ada penumpang lagi. Maka penumpang dan taksi tidak akan pernah bertemu. Pada titik ini, asumsi saya melambung bahwa cinta pun demikian. Apabila tidak ada yang berupaya menghampiri tidak akan tercipta pertemuan. Sebuah hal yang kemudian membuat saya menarik nafas dalam-dalam. Namun, belum selesai tarikan nafas itu terasa ngilu ketika diujungnya. Masih tersisa namamu. Mungkin inilah mengapa orang mengatakan bahwa “ini dari hati yang paling dalam”. Adalah paling dalam karena ketika semua bayang berusaha kuhilangkan, sebutan tentang dirimu masih bertahan. Dan setiap tarikan nafas aku berusaha berdamai dengan semua ini.
                Maha suci Allah, yang menciptakan manusia berpasang-pasangan. Sungguh, Dzat yang mampu membolak-balikan hati makhluknya.